Minggu, 02 Oktober 2016

Rumusan Penggunaan HP di Sekolah

Rumusan Penggunaan HP di Sekolah

“Jujur saja Pak, saya awalnya biasa aja. Tidak berpikir panjang saat bapak memberi titipan HP beberapa waktu lalu,” ujarku memberi alasan.
Aku juga bingung harus dari mana mulai. Sebab, aku sedang dihadapkan dengan komplen dari orangtua tentang anaknya yang rada-rada kurang betah atau lebih tepatnya “down” gegara dibully kawannya. Salah satu sebabnya adalah HP tadi.
Waktu itu dia menitipkan HP kepadaku karena kesulitan komunikasi dengan anaknya dengan perjanjian penggunaan HP dibatasi.
Anak Sekolah jangan Bawa HP. Bahaya!
Aku hanya bisa menerimanya dan berharap ini tidak bermasalah. Meski aku dibayangi oleh kesepakatan rapat asrama, Tidak Diperbolehkan Membawa HP Meski Dititipkan Kepada Siapapun. Titik
Namun fakta di lapangan sungguh amat berbeda.

Dari yang hanya Sabtu dan Minggu penggunaan, jadi bertambah pada malam-malam hari. Sesekali aku tolak, namun karena terlalu sering aku pun mengiyakan,
“gakpapalah, asal di kamar aja. Jangan di luar,” pesanku pada Fauzi, anak yang menitipkan HP.
Dengan kondisi kamarku yang terbuka, otomatis nggak sedikit anak yang ikut masuk kamar, melihat dan ikut-ikutan memainkan HP tersebut.
Aku yang risih, lama-lama jadi terbiasa dengan kebisingan mereka di kamar. Untuk waktu yang cukup lama, tiga minggu hingga mereka liburan Idul Adha.

“Memang salah saya sih Pak, kenapa menitipkan HP buat Fauzi. Apalagi jika HP itu mengandung aplikasi game, media sosial dan yang lainnya. Toh yang lain tidak bawa juga, sampai-sampai menimbulkan kecemburuan sosial,” aku Bapaknya Fauzi.

Aku lagi-lagi menjelaskan efek penggunaan HP jika ada konten seperti itu. Dari konsentrasi yang terganggu, game yang menjadi candu, timbulnya rasa malas dan banyak lagi.

“Dulu si Nadhif dan Agakhan juga bawa HP. Awalnya saya sih tidak tahu. Namun karena ada indikasi kurang baik dari keduanya, dari yang sering telat shalat, malas dan sering terlambat, saya jadi tahu. ya mau nggak mau saya sita,” papar Pak Azis.
Aku yang sedari awal yidak mengkhawatirkan adanya kecemburuan jika ada suatu aturan yang longgar jadi sadar, jika sekolah butuh peraturan yang jelas, tegas, termasuk penggunaan HP. Kasihan si Fauzi yang harus menerima hukuman sosial dari kawan-kawannya.
“Kenapa Fauzi boleh bawa HP, sementara saya tidak, kenapa dia boleh nitip HP, saya dilarang,” suatu hari Oji berkata kesal.
Setali tiga uang dengan mamanya, kala beberapa hari lalu dia mengambil HP si Oji yang dirampas, “mungkin anak saya berpikir, kenapa masih banyak anak yang bawa HP secara sembunyi-sembunyi di sini, atau yang katanya boleh dititipin ke ustadz A, ustadz B dan yang lainnya,” ujar beliau.

Tak ada pilihan sebenarnya bagi sekolah selain merapikan barisan, menetapkan aturan yang baku, disepakati lalu di share di grup ortu. Supaya mereka bisa memahami, bagaimana aturan yang ada. Termasuk waktu-waktu kapan mereka dapat menghubungi anaknya, dan anak bisa menghubungi ortunya.
Sebenarnya sekolah sudah menyediakan HP khusus untuk menghubungi orangtua, berikut nomornya. Peraturan pun sudah disepakati, tidak ada yang bawa HP. Karena komunikasi tidaklah dibatasi. Adanya masalah karena memang longgarnya peraturan, lantaran belas kasihan dari sebaagian guru yang ada.
Jadi, ya...
Turuti saja peraturan sekolah. Insyallah tidak akan ada masalah.

Sukabumi, 04 Oktober 2016

0 komentar:

Posting Komentar