Rumusan Penggunaan HP di Sekolah
“Jujur
saja Pak, saya awalnya biasa aja. Tidak berpikir panjang saat bapak memberi
titipan HP beberapa waktu lalu,” ujarku memberi alasan.
Aku
juga bingung harus dari mana mulai. Sebab, aku sedang dihadapkan dengan komplen
dari orangtua tentang anaknya yang rada-rada kurang betah atau lebih tepatnya “down”
gegara dibully kawannya. Salah satu sebabnya adalah HP tadi.
Waktu
itu dia menitipkan HP kepadaku karena kesulitan komunikasi dengan anaknya
dengan perjanjian penggunaan HP dibatasi.
Anak Sekolah jangan Bawa HP. Bahaya! |
Aku
hanya bisa menerimanya dan berharap ini tidak bermasalah. Meski aku dibayangi
oleh kesepakatan rapat asrama, Tidak Diperbolehkan Membawa HP Meski
Dititipkan Kepada Siapapun. Titik
Namun
fakta di lapangan sungguh amat berbeda.
Dari
yang hanya Sabtu dan Minggu penggunaan, jadi bertambah pada malam-malam hari. Sesekali
aku tolak, namun karena terlalu sering aku pun mengiyakan,
“gakpapalah,
asal di kamar aja. Jangan di luar,” pesanku pada Fauzi, anak yang menitipkan
HP.
Dengan
kondisi kamarku yang terbuka, otomatis nggak sedikit anak yang ikut masuk
kamar, melihat dan ikut-ikutan memainkan HP tersebut.
Aku
yang risih, lama-lama jadi terbiasa dengan kebisingan mereka di kamar. Untuk waktu
yang cukup lama, tiga minggu hingga mereka liburan Idul Adha.
“Memang
salah saya sih Pak, kenapa menitipkan HP buat Fauzi. Apalagi jika HP itu
mengandung aplikasi game, media sosial dan yang lainnya. Toh yang lain tidak
bawa juga, sampai-sampai menimbulkan kecemburuan sosial,” aku Bapaknya Fauzi.
Aku
lagi-lagi menjelaskan efek penggunaan HP jika ada konten seperti itu. Dari konsentrasi
yang terganggu, game yang menjadi candu, timbulnya rasa malas dan banyak lagi.
“Dulu
si Nadhif dan Agakhan juga bawa HP. Awalnya saya sih tidak tahu. Namun karena
ada indikasi kurang baik dari keduanya, dari yang sering telat shalat, malas
dan sering terlambat, saya jadi tahu. ya mau nggak mau saya sita,” papar Pak
Azis.
Aku
yang sedari awal yidak mengkhawatirkan adanya kecemburuan jika ada suatu aturan
yang longgar jadi sadar, jika sekolah butuh peraturan yang jelas, tegas,
termasuk penggunaan HP. Kasihan si Fauzi yang harus menerima hukuman sosial
dari kawan-kawannya.
“Kenapa
Fauzi boleh bawa HP, sementara saya tidak, kenapa dia boleh nitip HP, saya
dilarang,” suatu hari Oji berkata kesal.
Setali
tiga uang dengan mamanya, kala beberapa hari lalu dia mengambil HP si Oji yang
dirampas, “mungkin anak saya berpikir, kenapa masih banyak anak yang bawa HP
secara sembunyi-sembunyi di sini, atau yang katanya boleh dititipin ke ustadz
A, ustadz B dan yang lainnya,” ujar beliau.
Tak
ada pilihan sebenarnya bagi sekolah selain merapikan barisan, menetapkan aturan
yang baku, disepakati lalu di share di grup ortu. Supaya mereka bisa memahami,
bagaimana aturan yang ada. Termasuk waktu-waktu kapan mereka dapat menghubungi
anaknya, dan anak bisa menghubungi ortunya.
Sebenarnya
sekolah sudah menyediakan HP khusus untuk menghubungi orangtua, berikut nomornya.
Peraturan pun sudah disepakati, tidak ada yang bawa HP. Karena komunikasi
tidaklah dibatasi. Adanya masalah karena memang longgarnya peraturan, lantaran
belas kasihan dari sebaagian guru yang ada.
Jadi,
ya...
Turuti
saja peraturan sekolah. Insyallah tidak akan ada masalah.
Sukabumi, 04 Oktober 2016
0 komentar:
Posting Komentar