Senin, 31 Oktober 2016

Oleh-oleh dari Jalur

Oleh-oleh dari Jalur

Aku sudah tidak bisa memastikan tanggal berapanya, namun yang aku ingat hari itu tepat di hari Minggu. Hari-hari yang melelahkan dan terkadang juga membosankan mendorongku untuk mencari angin segar di luar. Dan secara kebtulan kawanku Pak Azis ingin di antar pulang, ke kampung halaman, Banyuwangi.
Mutiara
Namun aku yang berdomisili di Sukabumi tak harus mengantar beliau sampai Banyuwangi, karena dia sendiri sudah memesan tiket. Jadilah hanya sampai Perempatan Degung aku mengantarnya, selebihnya ngebis dan naik kereta.
Jadilah sampai sini aku ingat bahwa kejadian itu tepat di tanggal 11  September, karena besoknya ada Idul Adha. Akupun ngacir ke Jalur, sambil mencari pengalaman dan juga kebutuhan yang harus aku segerakan.


Seperti telah menjadi hal yang umum, kalau di Jalur Sukabumi sepanjang jalannya ditempati para pedagang. Entah apa namanya, kalau di Jakarta kemarin pemandangan seperti ini dinamakan Pasar Murah, sebagian tempat bilang Bazar dan masih banyak lagi sebutan lainnya yang intinya tempat untuk berjualan dengan harga yang rata-rata miring. Begitulah adanya di sana.
Semua dagangan ada, makanan, minuman, alat-alat rumah tangga, mainan, alat-alat ibadah lengkap dah pokoknya. Karena esok hari raya Idul Adha maka kopiah menjadi incaranku. Kenapa kopiah? Karena esok diberi amanah untuk memimpin khutbah. Maka jaga penampilan amatlah diperlukan.

Dengan melalui jalan yang lagi-lagi aku lupa namanya, pokoknya ada di sebelah ruko Mitsubishi yang menjual aneka ragam mobil. Oh ya namanya jalan cemerlang. Aku menuju jalur. Jujur, aku rasa aku telah salah memilih jalan, harusnya melewati jalan rambay saja, atau nggak lebih dekat lewat jalan mangkalaya tapi apalah daya. Udah terlanjur, yang penting aku bisa sampai di jalur dan meyemut macet bersama dengan orang-orang lainnya.
Menyusuri jalanan yang dipenuhi banyak pedagang, bukan berati enak, karena banyaknya pilihan yang tersedia tapi malah bingung. Bingung untuk memilih.

Yang tadinya mencari kopiah, tak jadi. Yang tadinya mencari alat-alat untuk bengkel tak jadi pula. Apa sebabnya?
Saat melihat apa yang seharusnya aku beli, pikiranku berkata. Nanti saja, mungkin di depan ada yang jualan barang yang lebih bagus lagi. Begitulah seterusnya.
Alhasil, saat jaln sepanjang jalur selesai aku tak menemukan penjual yang lebih bagus. Untuk kembali lagi, aku malas.
Jadilah hariku untuk membeli leawat sudah.
Dan jadilah aku membawa oleh-oleh yang berharga. Oleh-oleh berupa pengalaman untuk tidak menjadikan suatu yang tidak pasti menjadi patokan.
Bagaimana jika hal ini berlaku pada pencarian terhadap seorang pendamping?
Mencari istri yang sebenarnya sudah disediakan untuk diriku tapi aku selalu mencari dan mencari lagi, yang lebih cantik, lebih sempurna dan lebih segalanya.
Ah.... Allahumma yassir. Amiiiiin
Sukabumi, 31 Oktober 2016


0 komentar:

Posting Komentar