Kamis, 12 Januari 2017

Nasehat Atau Teladan?

Nasehat Atau Teladan?

Saat-saat KKN di Cikundul, Sukabumi
Suatu hari aku melihat dua orang bocah yang sedang menjinakkan kucing, kelihatannya mereka berdua kakak beradek, satu di antaranya seumuran kelas 4 SD, satu lagi seumuran anak TK. Sambil diliputi rasa takut keduanya berusaha memegang kepala kucing, tapi entah sudah lewat dari lima menit belum juga berhasil.
Aku yang sedang asyik menikmati makan siang, merasa kasihan juga.
“Takut ah, ntar dicakar,” ujar sibungsu.
Sebenarnya aku tahu kalau kucing-kucing itu tidaklah mencakar,hanya saja namanya anak-anak, kekhawatiran pastilah ada. Meski keduanya penyuka kucing di rumahnya.
“Pegang aja, nggak-nggak kok kalau dicakar,” nasehatku sambil terus melahap makanan.
“Ah,, nggak mau ah, takut,” ujar si sulung sambil tetap berusaha membelai kepala kucing. Namun keberanian dirinya,kalah dengan tatapan kucing yang sekilas tampak sangar.
Meoooong ... Meooooong!!


Merasa kasihan, aku pun mengambil kucing yang sedang dijinakkan keduanya, kuangkat dan kuelus kepalanya.
“Nih kan sudah kaka bilang, kalau kucing ini tidak mencakar”
“Oh iya,” kata mereka baru percaya.
Kuserahkan kucing itu agar mereka gendong. Dan kini mereka tidak takut lagi.

Memang benar. Seringkali aku mendengar istilah bahwa 1000 nasehat tak lebih baik daripada sebuah teladan. Memberi nasehat kadang sulit, tapi lebih sulit lagi memberi teladan.

Di lain hari. Sudah menjadi rutinitas bagiku, menjalani profesi sebagai wali asrama, belajar bareng siswa, tidur bareng, makan barenga, hampir semuanya bareng satu atap satu pijakan bumi. Makanya saking sering bersamanya, di sini aku bisa dianggap sebagai kakak, bapak ataupun guru  sesuai kondisi dan waktu.
“ssst .. Jangan berisik. Ayo dzikir, jangan ngobrol mulu.”
“ayooo semua baca dzikir. Yang tidur dibangunin!”
Tak kurang beberapa kali aku dan guru lainnya memberi nasehat tentang manfaat dzikir, keutamaannya dan banyak lagi. Sampai-sampai aku coba menjadi teladan dengan berdzikir khusyuk, tidak terlalu menggubris apa yang kebanyakan dilakuin siswa saat seharusnya berdzikir atau tilawah.
Hasilnya?
Tak semua siswa bisa sadar, kadang aku berpikir teladan bisa membuat mereka malu jika tidak meniru para guru, ternyata tidak. Nasehat lembut juga sering kita lontarkan, dengan harapan mereka membaik. Ternyata masih sama, TIDAK.

Namanya juga anak-anak. Ya wajarlah, mereka berbuat semaunya.
Setuju nggak sih amat statement demikian?
Jadi dalam posisi seperti ini, nasehat atau teladan yang diutamakan?

Sempat di suatu rapat, para guru membahas tentang perannya di hadapan siswa.
“Aku mah kepribadiannya lembut, jadi sulit untuk bisa tegas dengan siswa.”
“Kalau aku memang kejam dari sononya,” timpal guru lainnya.

Belajar dari pengalaman, sebaik-baik guru adalah yang mampu menempatkan diri. Kapan harus sabar, kapan harus tegas. Kapan menjadi sosok ayah, berperan sebagai kakak atau murni menjadi guru. Nasehat saja tidak cukup, teladan saja belum mempan. Teguran bahkan hukuman suatu saat pasti diperlukan.
So, pintar-pintar ya berperan.

Sukabumi, 12 Januari 2017

0 komentar:

Posting Komentar