Pengalaman Berharga dari Pengantin Muda:
Bermesraan Pada Tempatnya
Mosok
nggak nduwe isin.....
Kalau
nanti menikah jangan seperti itu!!
Dan
banyak lagi kata-kata yang hampirr serupa, yang intinya melarang diriku nanti
ketika menikah, tidak memamerkan kemesraan di depan umum. Meski itu adalah di
rumah sendiri, di depan keluarga, saudara dan sejawatnya.
Mesra?
Emang
mesra seperti apa sih, kok sampai mbakku bilang seperti itu.
Kalau
Cuma bergandeng tangan, saliman, cipika cipiki, berangkulan sih mungkin masih
sebatas wajar, ndak papalah. Tapi alau sampai berpangku-pangkuan, pelukan dan
nyaris terlihat berciuman atau yang hampir mirip demikian, tentu tidak
dibenarkan. Orang pun akan risih melihatnya. Pantes saja, aku yang sebentar
lagi mau lamaran diwanti-wanti untuk tidak melakukan hal yang serupa.
Sebagai
seorang lelaki yang belum punya pengalaman, aku hanya menganggap wajar akan pelanggaran
yang aku lihat ini. Yah, mungkin orang punya pandangan berbeda tentang
batas bermesraan, di tempat sepi atau di keramaian. Tapi jika ada yang merasa
risih, ya berarti ada yang perlu dievaluasi. Dan aku berharap ketika menikah nanti,
bermesraan akan aku batasi. Apalagi sampai harus di share di media sosial yang
keberadaannya sudah disalah gunakan.
Usut
punya usut, ada sebuah hadits yang berbunyi.
الْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيْمَانِ، مَنْ لاَ حَيَاء لَه لاَإِيْمَانَ
لَهُ
Jujur aku kurang tahu siapa perawinya. Namun aku
pernah baca di salah satu hadits Arba’in. Satu hadits yang sering bahkan
berulang kali disampaikan oleh Syekh Yusuf Jamal Zamzami, pengasuh Ponpes Al Khairiyah
Sukabumi di sela tausyiahnya.
Jika diartikan hadits itu sebagai berikut,
“Malu adalah sebagian dari iman. Barangsiapa yang
tidak punya rasa malu, maka tidak ada iman dalam dirinya,”
Jadi, aku simpulkan untuk diriku sendiri khusunya
dan siapapun yang membaca tulisan ini umumnya untuk menjaga perasaan orang lain
dengan tidak mengumbar kemesraan di tempat umum.
Kertosono,
23 Desember 2016
0 komentar:
Posting Komentar