Menyikapi Musibah
KHUTBAH PERTAMA
Jamaah Jumat
rahimakumullah
Mari kita tingkatkan
ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu
mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam, kemudia keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir
zaman.
Jamaah Jumat
rahimani wa rahimakumullah
Baru-baru ini negeri kita dihebohkan
dengan musibah yang menimpa sebuah tempat di Garut, musibah banjir yang menurut
berita yang saya baca menelan puluhan korban, baik yang meninggal maupun yang
hilang. Bangunan tak terhitung jumlahnya. Merusak berbagai
fasilitas, sawah dan ladang, perkebunan dan jalan-jalan serta berbagai sumber
penghasilan.
Jamaah Jumah
Rohimakumullah.
Orang yang
merenungi sunnatullah tentu akan mengetahui bahwa cobaan merupakan salah satu
sunah (ketetapan) Allah yang bersifat kauniyyah qadariyyah (qadar Allah
terhadap alam semesta). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ
وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 155)
Sungguh keliru
orang yang beranggapan, bahwa hamba Allah yang paling shaleh adalah orang yang
paling jauh dari cobaan, bahkan cobaan merupakan tanda keimanan. Di dalam hadis
disebutkan:
Dari Mush’ab
bin Sa’ad, dari bapaknya, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada
Rasulullah, “Siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para
nabi, kemudian yang setelahnya dan setelahnya. Seseorang akan diuji sesuai
kadar keimanannya. Siapa yang imannya tinggi, maka ujiannya pun berat, dan
siapa yang imannya rendah maka ujiannya disesuaikan dengan kadar imannya. Ujian
ini akan tetap menimpa seorang hamba sampai ia berjalan di bumi tanpa membawa
dosa.” (HR. Tirmidzi)
Di samping itu,
cobaan adalah salah satu tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ،
وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَحَبَّ قَوْماً ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ
الرِّضَي، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya
besarnya pahala tergantung besarnya cobaan, dan Allah apabila mencintai suatu
kaum, maka Allah akan menguji mereka. Barang siapa yang ridha, maka ia akan
mendapatkan keridhaan-Nya dan barang siapa yang kesal terhadapnya, maka ia akan
mendapatkan kemurkaan-Nya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, Tirmidzi menghasankannya)
Demikian juga
cobaan merupakan salah satu tanda diberikan oleh Allah kebaikan kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِ ذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ
عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ
أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِىَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah
menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah akan mempercepat hukuman di
dunia. Dan apabila Allah menginginkan keburukan bagi hamba-Nya maka ditahan
hukuman itu karena dosa-dosanya sehingga ia mendapatkan balasannya pada hari
kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Dan sebagai
penebus dosanya, meskipun bentuknya kecil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ
كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا »
“Tidaklah suatu
musibah menimpa seorang muslim, melainkan Allah akan menggugurkan dosa-dosanya,
meskipun hanya terkena duri.” (HR. Bukhari)
Sebaliknya, jika
seseorang diberikan dunia ini namun tetap bergelimang di atas kemaksiatan, maka
ketahuilah bahwa yang demikian merupakan istidraj(penangguhan azdab dari
Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِى الْعَبْدَ مِنَ
الدُّنْيَا عَلىَ مَعَاصِيْهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ ثُمَّ
تَلاَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم “فَلَمَّا نَسُوا ….الاية.
“Apabila kamu
melihat Allah memberikan kenikmatan dunia yang disenangi kepada seorang hamba
padahal ia berada di atas maksiat, maka sebenarnya hal itu adalah istidraj”,
kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat:
”Maka tatkala
mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun
membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka
dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS.Al
An’aam: 44). (HR. Ahmad dengan isnad yang jayyid, Shahihul Jami’ no. 561)
Hikmah Adanya
Musibah
Jamaah Jumat
‘azzaniyallhu wa iyyakum
Oleh karena itu,
seorang muslim yang tertimpa musibah, jika ia seorang yang shaleh, maka cobaan
itu menghapuskan kesalahan-kesalahan yang lalu dan mengangkat derajatnya. Namun
jika ia seorang pelaku maksiat, maka cobaan itu akan menghapuskan dosa-dosanya
dan sebagai peringatan terhadap bahaya dosa-dosa itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَبَلَوْنَاهُم بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan Kami uji
mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar
mereka kembali (kepada Allah).” (QS. Al A’raaf: 168)
Sungguh beruntung
kita sebagai umat Islam. Tidak ada suatu musibah yang menimpa diri ini
melainkan pahala telah siap menanti kita. ketika kita mendapat nikmat lantas
bersyukur, maka itu terhitung sebagai pahala. Sebaliknya jika musibah yang
menimpa kita lalu bersabar, maka itu juga menjadi ladang pahala.
Semoga Allah
menjadikan kita bagian dariumat Islam yang mampu bersabar dan bersyukur.
Amiiiin
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُهُ
العَظِيْمَ الجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ
ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
اَلحَمْدُ
لِلّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الرَحِيْمِ الغَفَّارِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى عَلَى
فَضْلِهِ المِدْرَارِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الغِزَارِ، وَأَشْهَدُ أَنْ
لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ العَزِيْزُ الجَبَّارُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى
المُخْتَار، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَيِّبِيْنَ الأَطْهَار،
وَإِخْوَنِهِ الأَبْرَارِ، وَأَصْحَابُهُ الأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ مَا تُعَاقِبُ اللَيْلَ وَالنَّهَار
0 komentar:
Posting Komentar