Kamis, 22 September 2016

Komunikasi : Kunci Sukses Sebuah Resepsi

Komunikasi : Kunci Sukses Sebuah Resepsi

Jam sudah menunjukkan pukul delapan lebih, namun belum ada tanda akan dilaksanakan sebuah acara hajatan besar, hajatan yang hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup bagi kebanyakan orang. Hajatan yang biasa disebut dengan resepsi pernikahan, yang katanya membuat hati dua insan gemetaran, tak karuan. Yang katanya membuat terbata seorang calon pengantin untuk berikrar, qabiltu nikahaha. Ya, yang masih katanya. Soalnya aku sendiri belum pernah merasakannya.
Calon Pengantin : Cak Ali
Sementara aku sendiri masih bolak balik mengantar kakakku mencetak poto untuk urusan data pengantin.
“Cak, itu lihat orang-orang sudah pada kumpul untuk bersiap mengantar nikahan. Ini malah masih keluyuran. Kan calon pengantin harus dipingit,” kataku yang membonceng kakak.
Aku lihat kakakku nggak terlalu banyak komentar. Setahuku acara akan dimulai pukul 09.00 di rumah calon pengantin putri. Dan ini masih tampak sepi.

Tak berapa lama, dua buah mobil ukuran setengah bus datang, mobil yang akan mengangkut rombongan pengantin. Dan akan membawa rombongan ke rumah calon pengantin wanita. Tapi lagi-lagi masih tampak belum banyak pengantar yang datang.
“Sakjane iki sido mantenan nggak to,” ujar kakakku yang lain, mengomentari suasa na sepi yang ada. Ada tidaknya resepsi yang akan digelar seperti suasa tidak adanya.


Beruntung tak berselang lama mobil sudah penuh disesaki para pengantar. Hingga membuat aku, mbak dan adekku tidak muat untuk gabung di dalamnya. Sementara Emakku nggak ikutan karena sudah diwakilkan ama Mbak Zah dan Kang Wi, iparku.
Sempat terjadi miskom gegara muatan mobil elf sudah penuh sedang saudara “pengantin” tidak muat untuk diangkut.
“Coba menghubungi Pak Do, dia bilang mau ikut. Tapi pakai mobil sendiri,” ujar Emakku.
Tanpa pikir panjang aku langsung menyetel motorku.
Jreng jreng....
“Jadi berangkat jam berapa?” tanya Pak Podo sesaat setelah aku sampai di rumahnya.
Aku terangkan kondisi yang ada, tentang persiaapan dua elf dan mobil pengantin yang sebentar lagi siap berangkat.
“Nanti akan ada aku, Hasim, Mbak Yah dan Datul adek bungsu,” paparku saat dia bertanya siapa yang akan ikut mobilnya. Karena dia botol lima penumpang lagi.

Alhamdulillah, satu kekhawatiran telah selesai kita lewati, kekhawatiran akan ketidakdatangan mobil pengangkut pengantar pengantin. Kekhawatiran yang bermula dari kurangnya komunikasi. Aku berharap jika nanti di saat aku menikah bisa lebih terkomunikasi lagi. Karena aku tidak tahu siapa jodoh yang akan aku dapat. Aku berharap jika jodohku nanti bisa menerimaku, dan keluargaku. Dan tidak terlalu jauh tentunya dari tanah tempat lahirku. Amiiiiiin.

Sukabumi, 02 Oktober 2016

0 komentar:

Posting Komentar