Komunikasi : Kunci Sukses Sebuah Resepsi
Jam sudah menunjukkan pukul delapan
lebih, namun belum ada tanda akan dilaksanakan sebuah acara hajatan besar,
hajatan yang hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup bagi kebanyakan orang.
Hajatan yang biasa disebut dengan resepsi pernikahan, yang katanya membuat hati
dua insan gemetaran, tak karuan. Yang katanya membuat terbata seorang calon
pengantin untuk berikrar, qabiltu nikahaha. Ya, yang masih katanya. Soalnya aku
sendiri belum pernah merasakannya.
Calon Pengantin : Cak Ali |
Sementara aku sendiri masih bolak balik
mengantar kakakku mencetak poto untuk urusan data pengantin.
“Cak, itu lihat orang-orang sudah pada
kumpul untuk bersiap mengantar nikahan. Ini malah masih keluyuran. Kan calon
pengantin harus dipingit,” kataku yang membonceng kakak.
Aku lihat kakakku nggak terlalu banyak
komentar. Setahuku acara akan dimulai pukul 09.00 di rumah calon pengantin
putri. Dan ini masih tampak sepi.
Tak berapa lama, dua buah mobil ukuran
setengah bus datang, mobil yang akan mengangkut rombongan pengantin. Dan akan
membawa rombongan ke rumah calon pengantin wanita. Tapi lagi-lagi masih tampak
belum banyak pengantar yang datang.
“Sakjane iki sido mantenan nggak to,”
ujar kakakku yang lain, mengomentari suasa na sepi yang ada. Ada tidaknya
resepsi yang akan digelar seperti suasa tidak adanya.
Beruntung tak berselang lama mobil sudah
penuh disesaki para pengantar. Hingga membuat aku, mbak dan adekku tidak muat
untuk gabung di dalamnya. Sementara Emakku nggak ikutan karena sudah diwakilkan
ama Mbak Zah dan Kang Wi, iparku.
Sempat terjadi miskom gegara muatan mobil
elf sudah penuh sedang saudara “pengantin” tidak muat untuk diangkut.
“Coba menghubungi Pak Do, dia bilang mau
ikut. Tapi pakai mobil sendiri,” ujar Emakku.
Tanpa pikir panjang aku langsung menyetel
motorku.
Jreng jreng....
“Jadi berangkat jam berapa?” tanya Pak
Podo sesaat setelah aku sampai di rumahnya.
Aku terangkan kondisi yang ada, tentang
persiaapan dua elf dan mobil pengantin yang sebentar lagi siap berangkat.
“Nanti akan ada aku, Hasim, Mbak Yah dan
Datul adek bungsu,” paparku saat dia bertanya siapa yang akan ikut mobilnya.
Karena dia botol lima penumpang lagi.
Alhamdulillah, satu kekhawatiran telah
selesai kita lewati, kekhawatiran akan ketidakdatangan mobil pengangkut
pengantar pengantin. Kekhawatiran yang bermula dari kurangnya komunikasi. Aku
berharap jika nanti di saat aku menikah bisa lebih terkomunikasi lagi. Karena
aku tidak tahu siapa jodoh yang akan aku dapat. Aku berharap jika jodohku nanti
bisa menerimaku, dan keluargaku. Dan tidak terlalu jauh tentunya dari tanah tempat
lahirku. Amiiiiiin.
Sukabumi,
02 Oktober 2016
0 komentar:
Posting Komentar