Belajar
dari Pernikahan Kakakku, Cak Ali
Hari yang cukup melelahkan. Hari-hari
yang biasanya aku pakai untuk mengajar anak-anak, kini habiskan untuk satu
perjalanan panjang. Menembus udara di sepanjang pulau Jawa, dari Sukabumi
bagian barat hingga Kertosono di timur dengan menggunakan jasa transportasi
kereta.
Aku tinggalkan sekolah Al Araf tempatku
mengajar demi hurmatu nikah kakakku, sekaligus sungkem ke bunda yang
telah aku tinggalkan tepat sebulan lalu, 10 Agustus 2016.
Sesuai jadwal KA yang tertera di tiket
yang aku bawa, 09.00 aku tiba di stasiun Kertosono. Tak berselang lama, mbakku
Choiriyah menjemputku. Diajaknya aku membeli roti di Toko Mutiara, desa
Banaran. Darinya aku tahu jika roti iniuntuk acara kakaku yang hendak nikah.
“Ada uang lebih nggak?” tanya si Mbak.
“Buat apa?” tanyaku sambil melihat dompet
yang aku bawa, yang ternyata hanya tinggal lembaran-lembaran receh dengan uang
20.000 sebagai pemimpinnya.
Si Mbak menjelaskan keinginannya untuk
membantu acara ntar, dengan membeli roti. Aku sodorkan uang itu sebelum
akhirnya dia kembalikan. Dia pikir akan menghabiskan uang lebih dari 100.000.
eh ternyata hanya butuh uang 75.000 untuk membeli roti dua jenis kali 25 biji.
H-4 dari acara puncak pernikahan, ada tiga hal yang menjadi
catatanku. Sebuah catatan untuk mengetahui aktifitas apa yang harus aku lakukan
jika seandainya menikah.
Pertama, kakakku Mas Ali sedang tidak ada di
rumah karena sedang melakukan Rapak. Aku kurang tahu apa sebenarbnya
rapak itu. Yang pasti semacam geladi resik tentang persiapan pas akad. Berbagai
pertanyaan dilontarkan, tentang keluarga, status kerja, mahar yang akan
diberikan untuk si dia dan banyak lagi tentunya.
Kedua, persiapan tahlil dan penyebaran undangan. Aku hitung ada 12
undangan yang aku sebar ke tetangga dekat. Dapur rumah juga banyak mengepulkan
asap, pertanda tak sedikit yang dimasak. Selain untuk undangan tahlil, makanan
juga dikirim untuk tetangga yang agak jauh dan kerabat kakak-kakak yang telah
menikah.
Ketiga, tahlilan. Karena bertepatan dengan malam
Jumat, maka jadi double tahlilan adanya. Tahlil pasca maghrib di langgar sebagai
rutinitas dan tahlil hurmatun nikah di rumah.
Aku bersykur ada dan menjadi bagian dari
keluarga ini, keluarga besar dengan tingkat kerukunan yang besar pula. Rewang-rewang
setiap ada acara penting, kumpul-kumpul dan yang pasti kerukunan yangv terus
terjaga.
Barokallahu laka ya Cak Ali wa baaroka ‘alaikumaa
Amiin.
Semoga adekmu ini segera menyusul
amiiiiiiiiiiin,
Kertosono,
15 September 2016
0 komentar:
Posting Komentar