Senin, 12 September 2016

KHUTBAH IDUL ADHA -Qurban dan Meneladani Perjuangan Ibrahim Alaihis Salam-

KHUTBAH IDUL ADHA
-Qurban dan Meneladani Perjuangan Ibrahim Alaihis Salam-

Khutbah 1
Semenjak tadi malam, hingga menjelang shalat Ied saat ini kita telah mengumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid secara terus menerus, di rumah, di surau-surau, di masjid, di jalan dan di tempat lainnya.
Di sana sini terdengar suara “ALLAHU AKBAR” Yang berarti Allahu Maha Besar, disusul dengan “LA ILAHA ILLALLAHU” (Tiada Tuhan Selain Allah) dan ditutup dengan tahmid “WA LILLAHIL HAMD” (Hanya Bagi Allah segala puja dan puji)
 
bersama sahabat dari garut, kang syarifuddin
Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan-Nya. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian:

Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar benar takwa. Yakni dengan menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Baik di saat kita sedang dirundung kesusahan maupun diliputi kebahagiaan, dalam kondisi sempit maupun lapang, di saat sepi, sendiri maupun dalam keramaian. Sebab taqwa adalah kewajiban yang pelaksanaannya tak boleh ditunda, melainkan seterusnya selama malaikat maut belum mencabut nyawa kita.

Allahu Akbar 3x Wa Lillahil hamdu. Hadirin jamaah Idul Adha yang berbahagia.
Sudah sepatutnya kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan kasih sayang-Nya kita bisa berkumpul di lapangan ini dalam keadaan sehat dan penuh semangat. Coba tengok sekeliling kita, pepohonan masih terlihat rindang, angin sepoi menambah suasana makin segar. Belum lagi jika kita menyusuri jalanan kampung Ciparay desa Cikahuripan dan sekitarnya. Sungai-sungai mengalir dengan derasnya, sawah-sawah tampak membentang dengan luasnya, sayuran dan hasil tanaman lain yang membuat pemandangan makin hijo royo-royo.

Sebuah pemandangan yang jauh berbeda dengan keadaan yang dialami oleh Nabi Ibrahim ribuan tahun silam. Belum kering kebahagiaan yang dirasakan Nabi Ibrahim bersama Siti Hajar dengan lahirnya anak bernama Ismail, keduanya kembali diuji oleh Allah Swt. Ia diperintahkan untuk mengasingkan Siti Hajar serta Ismail yang masih bayi ke bukit Shafa yang gersang nan tandus. Tempat yang jauh dari pemukiman penduduk. Tetapi dengan penuh ketaatan dan kesabaran berangkatlah Ibrahim mengantarkan istri dan putranya ke tempat tersebut.
Selang beberapa waktu setelah Siti Hajar dan Ismail ditinggalkan Nabi Ibrahim, ujian menyapa mereka. Ismail merasakan kehausan yang luar biasa. Sedangkan persediaan minuman serta makanan telah habis tiada bekasnya. Ditambah lagi air susu sang ibu tidak dapat disusukan karena telah banyak keluar tenaga dan asupan tidak ada. Namun, Ismail yang belum cukup faham dengan keadaan ibunya tetap menangis.
Dengan penuh kebingungan iapun harus berlari guna mencari air, dari bukit Shofa ke bukit Marwah hingga 7 kali. Berlari-lari kecil (sa’i ini) ini menjadi syari’at umat Nabi Muhammad saw., sebagai salah satu rukun ibadah haji.
Siti Hajar akhirnya bisa bernafas lega, tatkala dilihatnya air mucul dari dekat kaki Ismail kecil, ia bersyukur atas anugerah Allah tersebut dan berkata, “zam zam ya al ma’u” (kumpul, kumpul wahai air). Dan itulah cikal bakal munculnya air zamzam yang bisa kita saksikan saat ini.

Allahu Akbar 3x Wa Lillahil hamdu. Hadirin jamaah Idul Adha yang berbahagia.
Beberapa tahun kemudian ujian kembali menyapa. Ibrahim diperintah untuk mengkurbankan anaknya. Tepat ketika Ismail telah tumbuh menjadi anak remaja yang ceria dan mulai terampil membantu sang ayah bekerja. Namun dengan kesabarannya, Ibrahim menyampaikan perintah Allah tersebut (ilham) yang didapatinya melalui mimpi kepada Ismail dengan diliputi perasaan gundah. Kisah keduanya diabadikan Allah SWT dalam Al Quran,
$¬Hs>sù x÷n=t/ çmyètB zÓ÷ë¡¡9$# tA$s% ¢Óo_ç6»tƒ þÎoTÎ) 3ur& Îû ÏQ$uZyJø9$# þÎoTr& y7çtr2øŒr& öÝàR$$sù #sŒ$tB 2ts? 4 tA$s% ÏMt/r'¯»tƒ ö@yèøù$# $tB ãtB÷sè? ( þÎTßÉftFy bÎ) uä!$x© ª!$# z`ÏB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÉËÈ  

Tatkala Ismail telah beranjak dewasa, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ismail menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Q.S. Ash Shaaffaat:102).

Andaikan Ibrahim manusia yang lemah, tentu akan sulit untuk menentukan pilihan, antara Perintah Allah atau Menyelamatkan Isma’il. Berdasarkan rasio normal, boleh jadi Ibrahim akan lebih memilih Ismail dengan menyelamatkannya dan tanpa menghiraukan perintah Allah tersebut. Namun ternyata Ibrahim adalah sosok hamba pilihan Allah yang siap memenuhi segala perintah-Nya, dalam bentuk apapun. Ia tidak ingin cintanya kepada Allah memudar karena lebih mencintai putranya. Akhirnya ia memilih Allah dan mengorbankan Isma’il yang akhirnya menjadi syariat ibadah qurban bagi umat nabi Muhammad SAW.

Allahu Akbar 3x Wa Lillahil hamdu. Hadirin jamaah Idul Adha yang berbahagia.
Kini hari raya kurban telah tiba. Maka bagi kaum muslimin yang telah kuasa menyembelih kurban hendaklah melaksanakannya tanpa ragu. Selain untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT kita bisa berbagi kesenangan dengan fakir miskin, sehingga tidak ada jurang pemisah antara keduanya.
Di dalam sebuah hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:
مَاعَمِلَ ابْنُ أَدَمَ يَوْمَ النَّحْرِعَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْ تِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَأَظْفَارِهَا وَأَشْعَارِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بمَكَانٍ قَبْلَ اَنْ يَقَعَ فِى الْأَرْضِ فَطَيِّبُوْا بِهَا نَفْسَهَا
“Tidak ada amal dari keturunan anak Adam (manusia) pada hari kurban (10 Dzulhijjah) yang lebih disenangi Allah daripada mengalirkan darah kurban. Kerena sesungguhnya hewan yang dijadikan kurban itu pasti datang pada hari kiamat dalam keadaan sempurna dengan tanduk-tanduknya, kukunya dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah itu akan jatuh dari Allah pada suatu tempat sebelum jatuh menetes ke bumi. Maka bersihkanlah jiwa kalian dengan kurban.”
Itulah amal yang paling dicintai oleh Allah pada hari kurban. Tetapi pahala semulia itu tidak akan diterima jika pelakunya tidak ikhlas, dan mencampuri niatnya dengan maksud riya.
Di dalam hadits lain yang bersumber dari Zaid bin Arqam, para sahabat bertanya kepada Rasulullah mengenai kurban. Beliau bersabda:
سُنَّةُ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ، قَالُوْا فَمَالَنَا فِيْهَا يَارَسُوْلَ اللَّهِ، قَالَ: بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ، قَالُوْافَالصُّفُوْفُ؟ قَالَ: بِكُلِّ شَعْرَةٍ مِنَ الصُّوْفِ حَسَنَةٌ
Ini adalah kesunahan dari bapak kalian, Nabi Ibrahim. Lalu mereka bertanya: “Apakah ada bagi kami di dalam kurban itu Ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “setiap rambut merupakan kebajikan.” Mereka bertanya lagi: “Lalu kalau bulu?” Beliau bersabda: “Dengan setiap rambut dari setiap  bulu adalah kebaikan.” (HR.Ibnu Majah dan Hakim)

Sekarang ini masih ada kesempatan untuk berkurban, bagi yang mampu, sebab waktu mnyembelih kurban adalah dimulai setelah mengerjakan shalat hari raya Idul Adha hingga 3 hari sesudahnya (hari Tasyriq). Sungguh beruntung mereka yang mau mengurbankan hartanya dengan berkurban dan betapa mengkhawatirkannya mereka yang memeliki kelebihan harta namun enggan bahkan mengingkari perintah Allah yang mulia ini. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ فَلَمْ يُضَحِّ فَلْيَمُتْ اِنْ شَاءَ يَهُوْدِيًّااَوْ نَصْرَانِيًّا
“Barangsiapa baginya ada kelapangan (lapang rizkinya) akan tetapi dia tidak mau berkurban, maka hendaklah ia mati dalam keadaan Yahudi atau Nasroni.”

Allahu Akbar 3x Wa Lillahil hamdu. Hadirin jamaah Idul Adha yang berbahagia.
Karena itu, dengan melihat keteladanan berqurban yang telah ditunjukkan oleh Ibrahim dan Isma’il, apapun yang kita cintai, qurbankanlah manakala Allah menghendaki. Janganlah kecintaan terhadap isma’il-isma’il itu membuat kita lupa kepada Allah. Tentu, negeri ini sangat membutuhkan hadirnya sosok Ibrahim yang siap berbuat untuk kemaslahatan orang banyak meskipun harus mengorbankan apa yang dicintainya.
 Kita juga sadar bahwa kita berhutang budi dalam memanfaatkan negeri ini kepada orang tua generasi pendahulu, para perintis dan mereka yang telah berjasa untuk itu. Kita juga berhutang budi dalam masalah aqidah dan agama yang kita banggakan ini, kepada generasi salaf saleh yang menanggung bermacam kesulitan dan derita dalam mempertahankan risalah ini pada masa pertamanya, dan yang telah mengorbankan harta dan jiwa mereka menghadapi musuh-musuh Islam untuk menyampaikan agama ini kepada orang-orang setelah mereka, mereka pula yang telah menghilangkan banyak rintangan yang disebarkan oleh para pencela, pengingkar dan pendusta agama ini.

Demikian sungguh pelajaran yang sangat berharga. Kita selaku generasi masa kini telah berhutang budi kepada generasi-genersai sebelumnya dalam seluruh apa yang kita ni`mati saat ini sebagai hasil dari pengorbanan, perjuangan dan sikap mereka yang mendahulukan kepentingan orang lain. Maka sepatutnyalah jika kita melanjutkan rangkaian pengorbanan mereka itu sehingga kita dapat menyampaikan keni`matan ini kepada generasi berikutnya seperti yang telah dilakukan oleh generasi sebelum kita.

Kini Idul Adha, kembali hadir untuk mengingatkan kita akan ketinggian nilai ibadah haji dan ibadah qurban yang sarat dengan pelajaran kesetiakawanan, ukhuwwah, pengorbanan dan mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan orang lain. Semoga akan lahir keluarga-keluarga Ibrahim berikutnya dari bumi tercinta Indonesia ini yang layak dijadikan contoh teladan dalam setiap kebaikan untuk seluruh umat.

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم.
إِنَّا أَعْطَيْنَا كَالْكَوْثَرِ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ.
جَعَلَنَا الله وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ. وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ مِنْ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الراَّحِمِيْنَ.


0 komentar:

Posting Komentar