Minggu, 24 Mei 2020

Penampilan Nyentrik Sang Calon Imam

Penampilan Nyentrik Sang Calon Imam
Hari ini aku diajari abahku, KH. Asroful Anam bagaimana cara berpenampilan layak di depan publik. Tepat saat bersama berangkat ke masjid As Sholikhin guna menunaikan shalat Idul Fitri beliau menegurku, “imam kok penampilane nggak meyakinkan.” Saat itu aku mengenakan pakaian polos putih dengan sarung corak hitam abu-abu.

“Kulo mboten ngimami Bah,” ujarku membela diri.

“Seharusnya,” lanjut beliau, “kalau mau jadi imam, apalagi Khotib harus tampil meyakinkan. Pakai jas atau Jasko misalnya.”

 

Lalu beliau bercerita setiap ada jatah imam dan khutbah, apalagi bertepatan dengan momen hari raya, beliau selalu mengenakan jubah putih.

“Jadi Khotib iku koyo dadi komandan perang. Harus tegas, penampilan harus meyakinkan. Ora embleh-embleh (asal-asalan) koyok ngene.” Lanjut Abah, menasehati.

Deg, benar juga...

 

Tiba di masjid, pas dengan pengumuman panitia takmir masjid kalau aku menjadi petugas imam hari ini. Alhamdulillah, sebelum berangkat sudah aku rembuk dengan Lek Bidin kalau beliau yang mengganti posisiku, “khotib sak imame ya Lek!”

Ok

 

Dan benar, aku perhatikan Lek Bidin tampil begitu mengesankan, pakain kotak berbalut jas, tersampir surban khas kyai besar di pundak beliau dengan balutan sarung yang menyesuaikan.

Gagah, meching.

 

Hal ini dipertegas dengan kelantangan beliau saat maju menjadi imam. “Lurus dan rapatkan......... sampuun?” tanya beliau sebelum takbiratul ihram.

Dereng siaaaaaap..

Dan beliau menunggu sampai di belakang berteriak SIIIIIAAAAP!!!

Belum abis kekagumanku saat selesai imam, beliau dengan lantang dan tegas menyampaikan khutbah. Isinya subhanallah..

Ringkas, lugas dan mengena.

Ringkas karena tidak terlalu lama dan betele tele

Lugas, karena isi dilengkapi dengan ayat dan hadits

Mengena karena disesuaikan dengan keadaan, Idul Fitri Cara Menyikapinya di tengah Wabah Pandemi.

 

Sungguh pelajaran yang sangaaat berharga.

Ngawi, 24 Mei 2020

0 komentar:

Posting Komentar