MADUMONGSO: Warisan Makanan Kuno
Sudah
menjadi tradisi yang turun temurun dalam keluargaku, beberapa hari menjelang
lebaran atau lebih tepatnya H-7, ibuku selalu kebanjiran order makanan. Entah sekedar
buat suguhan, lamaran atau makanan untuk acara resepsi nikahan, order ini selalu
saja ramai tak kepalang. Sepanjang hari tersebut, aku mencatat 5 loyang besar
makanan habis terjual. Ada yang pesanan
ada juga yang dijual eceran.
Order
yang paling laku dan memang diburu adalah madumongso dan jenang. Dua makanan
khas khas Jawa yang terbilang kuno dan menjadi warisan nenek moyang. Padahal dari
percakapan yang aku dapatkan, bukan mereka tak mampu membuat makanan unik ini,
namun kemampuan tenaga yang diperlukan seolah mengalahkan produksinya. Kenapa memangnya?
Madumongso
dan jenang adalah dua makanan yang berbeda bahan dasarnya. Makanan yang
terakhir berbahan dasar tepung ketan dan gula putih, sementara madumongso mempunyai
bahan dasar ketan merah dan hitam plus gula jawa. Untuk memperoleh hasil yang
maksimal butuh waktu yang relatif lama, dari proses memasukkan bahan hingga
pengadukan kurang lebih 6-7 jam.
Pantas
saja, ibu-ibu yang biasa memesan bilang kalau mereka sudah tak memiliki
kekuatan untuk bersusah payah melakukan pengadukan. Meski sebenarnya mereka
bisa.
“Dulu
aku suka bikin 3 sampai 5 kilo, namun karena usia sudah tua, tenaga tidak ada. Mau
tak mau mendingan pesan saja,” ujar seorang ibu jujur.
Ah,
aku bersyukur mempunyai ibu yang dipercaya membuatkan madumongso atau jenang
untuk mereka. Sungguh satu warisan kuno yang indah yang harus aku pelihara dan
wajib aku kuasai supaya tidak hilang bersama hilangnya ibuku kelak.
Kertosono, 07 Juli 2016
0 komentar:
Posting Komentar