BELAJAR DARI UMAR BIN KHATTAB
Berawal dari surat Thaha |
Kisah ini sebagai sebuah cerminan bagi kita
bahwa masa lalu yang kelam tidak menyurutkan seseorang untuk menjadi sosok baru
yang memiliki kemuliaan yang utama di sisi Allah SWT. Seburuk apapun masa lalu
kita selagi ada kesempatan mari kita gunakan untuk berbakti kepada Allah SWT.
Setidaknya untuk menebus segala dosa kita. Semoga Allah berkenan menghapus
segala dosa kita dan memberikan ampunan-Nya. Aamiiin
Umar adalah putera dari Khattab bin Nufail
bin Abdul Uzza. Nama lengkap ayahnya adalah Khattab bin Nufail Al Mahzumi Al
Quraisyi. Ibu bernama lengkap Hantamah binti Hasyim.
Umar merupakan salah seorang pemuda kota
Makkah yang terkenal dengan kekuatannya. Dia salah seorang yang ditakuti karena
wataknya yang keras dan tukang berkelahi yang handal. Berulang kali dia menjadi
juara gulat di kota Makkah mengalahkan jagoan dari kabilah lain.
Kehidupan Umar sebelum masuk Islam sama
seperti kehidupan umumnya warga Makkah yang menyembah berhala. Bahkan ia pun
mengikuti tradisi warga Makkah saat itu yang menganggap memiliki anak wanita
adalah sesuatu Aib bagi keluarga. Sehingga ia pun pernah memendam hidup-hidup
anak wanitanya di dalam tanah.
Tradisi jahiliyah lain ysng dilakukan Umar
adalah gemar minum khamr, minuman keras. Sebagai lelaki, malu baginya jika
tidak menenggak khamr di hadapan lelaki lain.
SENTUHAN HIDAYAH
Umar bin Khattab adalah salah seorang yang
keras permusuhannya kepada Nabi Muhammad saw. Begitu kuat hasratnya untuk
membunuh beliau.
Pada suatu malam Umar mendapati Rasul tengah
berjalan menuju Ka’bah. Peluang ini tak di sia-siakan oleh Umar dan mengikuti
Rasul sampai ke hadapan Ka’bah. Di depan salah satu pintu Ka’bah Rasul shalat.
Umar masuk ke dalam Ka’bah melalui pintu satunya yang saling bertolak belakang.
Umar pun membuka pintu yang ada di hadapan Rasul. Kini Umar dan Rasul hanya
terpisah dengan selembar kain penutup Ka’bah.
Pedang sudah erat digenggam Umar. Sorot
matanya tajam. Tapi alunan ayat Al Quran yang dibaca Rasul begitu mempesona
hati Umar. Pada saat itu Rasul membaca surat Al Haaqqah. Umar menyimak bacaan
itu. Sampai pada ayat ke 40, Umar bergumam dalam hatinya,
“Kalimatnya seperti
syair yang indah”.
Maka saat itu pula Allah SWT menjawab melalui ayat ke 41,
surat Al
Haaqqah: “Dan Al Quran itu bukanlah
perkataan seorang penyair. sedikit sekali kamu beriman kepadanya.”
Terkejut Umar, “Hei, mengapa ia tahu isi
hatiku. Apakah ini sebuah sihir?”
Lagi-lagi Allah SWT menjawab dengan
firmannya,
Al
Haaqqah: 42. “Dan bukan pula perkataan
tukang sihir. sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.”
Umar meski berwatak keras, namun hatinya
menyimpan kelembutan. Maka jawaban firman Allah itu melunakkan emosi Umar dan
ia urung membunuh Rasul malam itu.
Pada suatu hari, orang-orang kafir Quraisy
bermusyawarah untuk menentukan siapakah di antara mereka yang bersedia membunuh
Rasulullah. Umar segera menyahut, “Saya siap melakukannya!” Semua orang Quraisy
yang hadir di pertemuan itu berkata, “Ya, memang engkaulah yang pantas
melakukannya!”
Sambil menghunuskan pedang, Umar segera
melangkah menuju kediaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dalam
perjalanan dia berpapasan dengan salah seorang dari Kabilah Zuhrah, yang
bernama Sa’ad bin Abi Waqqas. Sa’ad bertanya kepada Umar,“Umar, engkau akan
pergi ke mana?”
“Saya akan membunuh Muhammad!” Jawab Umar
Sa’ad berkata, “Jika demikian, Banu Hasyim,
Banu Zuhrah dan Banu Abdi Manaf tidak akan berdiam diri atas perbuatanmu
itu. Mereka pasti akan menuntut balas.”
Mendengar ancaman seperti itu, Umar terkejut,
lalu berkata, “Oh, nampaknya kamu pun telah meninggalkan agama nenek moyang
kita. Kalau demikian, saya akan membunuhmu terlebih dahulu!”Sa’ad berkata, “Ya,
saya memang telah masuk Islam.”
Umar pun segera mencabut pedangnya. Sebelum
bertarung dengan Umar, Sa’ad sempat berkata, “Lebih baik engkau mengurus
keluargamu dulu, saudara perempuanmu dan suaminya juga telah memeluk Islam.”
Tak terbayangkan kemarahan Umar ketika
mendengar berita ini. la pun segera meninggalkan Sa’ad dan pergi menuju rumah
saudara perempuannya. Ketika itu, di rumah saudara perempuan Umar ada sahabat
Khabbab. Dengan menutup pintu dan jendela, suami istri itu membaca ayat-ayat al
Quran. Umar mengetuk-ngetuk pintu sambil berteriak supaya dibukakan pintu.
Mendengar suara Umar, Khabbab segera bersembunyi.
Karena tergesa-gesanya, maka mushaf al Quran
yang sedang mereka baca itu tertinggal. Ketika pintu dibukakan oleh saudara
perempuan Umar. Umar memukul wajah saudara perempuannya itu sambil berkata,
“Pengkhianat! Kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu!” Tanpa menghiraukan
wajah saudara perempuannya yang berdarah, Umar masuk ke dalam rumah dan
bertanya, “Apakah yang sedang kamu lakukan, dan siapakah orang yang suaranya
aku dengar dari luar?”
“Kami hanya berbincang-bincang ” jawab
iparnya. Umar bertanya lagi, “Apakah kamu juga telah meninggalkan agama nenek
moyangmu dan memeluk agama baru itu?” Iparnya menjawab, “Bagaimana jika agama
baru itu lebih baik dari agama dahulu?”
Jawaban ini menyebabkan Umar marah dan
memukul iparnya serta menarik-narik janggutnya sehingga wajahnya berlumuran
darah. Saudara perempuannya segera melerai, namun ia pun dipukulnya sehingga
wajahnya berdarah. Sambil menangis, saudara perempuannya berkata, “Wahai Umar!
Kami dipukul hanya karena memeluk Islam. Kami bersumpah akan mati sebagai orang
Islam. Terserah padamu, kamu mau melakukan apa saja terhadap kami.”
Ketika kemarahannya mulai mereda, Umar merasa
malu dengan perbuatannya terhadap saudara perempuannya itu. Tiba-tiba ia
melihat mushaf-mushaf al Quran yang ditinggalkan oleh Khabbab tadi, lalu
berkata, “Bagus, sekarang katakan, apa lembaran-lembaran ini.”“Kamu tidak suci,
dan orang yang tidak suci tidak boleh menyentuh lembaran-lembaran ini” jawab
saudara perempuannya.
Pada awalnya Umar belum siap untuk bersuci,
namun akhirnya ia bersedia untuk mandi dan berwudhu, kemudian membaca
mushaf-mushaf al Quran itu, surat yang dibacanya adalah surat Thaha. Umar
membaca surat itu dari awal hingga akhir.
Kemudian Umar berkata, “Baiklah, sekarang
antarkan aku menemui Muhammad.”Mendengar kata-kata Umar itu, Khabbab segera
keluar dari persembunyiannya sambil berkata, “Wahai Umar, ada kabar gembira
untukmu. Tadi malam Rasulullah berdo’a
kepada Allah:
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar atau
dengan Abu Jahal. Terserah kepada-Mu, siapa yang Engkau kehendaki.” Sepertinya
Allah telah memilihmu untuk memenuhi permintaan Nabi.” Setelah peristiwa itu,
Umar segera dipertemukan dengan Rasulullah pada hari Jumat shubuh dan memeluk Islam
saat itu juga.
Diambil dari : https://barb3ta.wordpress.com
Sukabumi, 09 Februari 2017
0 komentar:
Posting Komentar